Rabu, 25 Agustus 2010

Aku dan Hujan

Sedikit mengisahkan pengalamanku bersama hujan, mengapa ia begitu istimewa bagiku.

Hujan bagiku laksana harapan, ia memberiku hidup.
Hujan laksana telaga, melepaskan dahaga.
Hujan laksana cinta, memberi keteduhan.
Hujan laksana bulan, mengisyaratkan bahwa mentari masih bersinar.

12 tahun silam...
Dari jendela tetanggaku aku menatapmu..
Dari teras rumah sepupuku, aku menghirup kesejukanmu..
Dari sudut salah satu kamar di rumah nenekku, aku menyimak syairmu yg syahdu.

Aku pernah membaca pndapat salah satu sahabatku di media ini tentang hujan. "Hujan menyamarkan air mata"

Ya.. Benar..
Itu yg sering ku lakukan.. 12 tahun silam..
Jika rasa rindu ini begitu menyiksa, aku menghampirimu dan menatap arah sumber kedatanganmu..
Laki laki tidak boleh menangis.. Ya.. Tidak boleh menangis.
Jika begini, tidak ada yg tahu aku menangis..

Melalui jendela tetanggaku, kau hadirkan lukisan wajah ibuku..
Melalui teras rumah sepupuku, kau mengingatkan tentang hangatnya cinta ibu..
Di kamar nenekku, kau hadirkan suara merdu ibuku..

Sudah berapa bulankah aku ditinggalkannya..
Akan berapa lama lagi aku harus menantinya..
Akankah ibu kembali padaku..
Akankah ayah kembali membawa ibu pulang..

Aku benar benar asing dgn istilah operasi, sinar dan kemoterapi..
Yang ku tahu aku hanya ingin ibu..

Hujan.. Adakah kau mendengar rintihanku..
Akankah kau akan menyampaikan rintihan ini kepada yg mengirimmu padaku..

Hujan hanya menjawab dgn desirannya...

Hingga kini, hujan msh tetap mengisyaratkan masa itu.
Terima kasih ya Allah, telah menjawab rintihanku..
Terima kasih ya Allah, telah mengirimkan hujan sbg teman baikku..


13 Ramadhan 1431
23 Agustus 2010
di sudut kamar kos, jalan dr mansur, gg sipirok no. 11 Medan.

Dalam diam dan kekakuanku di dalam keluarga, aku sungguh sangat mencintai ibu, ayah dan adikku. Beri aku waktu untuk mengukir senyum, melukis tangis haru di wajah ayah, ibu dan adik.

Sabtu, 24 Juli 2010

BEKERJALAH KAMU, NISCAYA ALLAH DAN RASULNYA SERTA ORANG-ORANG MUKMIN AKAN MELIHAT PEKERJAANMU ITU

Parameter dari sebuah ketetapan biasanya berupa angka-angka disertai dengan satuan-satuannya tersendiri. Satuan adalah symbol kualitatif, yang menunjukkan karakter ketetatapan tersebut, sementara angka-angka menunjukkan kuantitas, seberapa besar ketetapan itu punya nilai. Contoh, luasnya sebuah area ditunjukkan oleh satuan m2 (meter persegi), volume ditandai dengan liter, satuan dari massa adalah gram, dan sebagainya. Sementara nilainya nitunjukkan oleh angka-angka yang disertai oleh simbol-simbol tersebut.
Hidup ini adalah ketetapan Allah yang harus kita jalani. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita menganalisa nilai kulitatif dan kuantitatif kehidupan ini? Apakah kualitas hidup kita baik? Dan apakah kuantitas nilai hidup yang kita miliki baik pula?
Dalam hidup, nilai kualitas ditandai dengan perilaku, adab, kelurusan hidup, sifat dan sikap. Secara ringkas, kualitas hidup akan terpancar dari kelurusan akidah yang kita miliki. “Salimul Aqidah”, itulah yang membedakan kita dengan “orang lain”. Akidah yang lurus adalah karakter dari seorang muslim, Akidah yang benar merupakan identitas kita sebagai khairu ummah, Akidah yang lurus inilah yang membawa keridhoan Allah, sesuai dengan firmannya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali-Imran:19)
“Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS:Ali-Imran:83)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS: Ali-Imran:85)
“………….pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu……..” (QS: Al-Maidah:3)
“Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS: Az-Zaumar:22)

Kemudian kita beralih dari analisa kulitatif ke analisa kuantitatif. Apa parameter kita dalam hidup ini melihat apakah kita ini seorang yang memiliki akidah yang lurus tersebut. Sebelumnya kita pahami dahulu mengenai parameter kuantitas ini, kuantitas biasanya ditunjukkan oleh nilai-nilai pasti dan terhitung, apakah itu menunjukkan jumlah angka, derajat panas, ataupun kuatnya getaran. Intinya adalah, untuk mengukur ini kita perlu adanya nilai-nilai yang tampak untuk membacanya.
Dalam hidup, amal merupakan suatu parameter apakah ia adalah seorang yang baik atau tidak. Ini terlepas dari niat dan maksud yang tersembunyi di hatinya, krn hal itu cukup bahasannya di penghitungan skala kualitatif diri. Pohon yang berbuah banyak tentu tidak sama dengan pohon yang sedikit buahnya, kantong yang besar tentu tidak sama dengan kantong kecil, motor balap yang berkecapatan tinggi tentunya tidak sama dengan motor bebek yang biasa kita kendarai. Ada nilai yang berbeda dalam kuantitas, walau dalam bentuk amal sama.
Kualitas keimanan juga dapat dibaca melalui amalan-amalan yang dilakukan seseorang. Tidaklah mungkin, seseorang yang imannya sedang jatuh, amal ibadahnya melangit dari biasanya, begitu juga sebaliknya. Namun, untuk mengatasi agar iman itu tidak terperosok ke dasar jurang, meningkatkan amal ibadah adalah salah satu solusinya. Karena seiring dengan meningkatnya amal ibadah, maka keimanan juga akan naik.
Mari kita ulas ayat berikut:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)

Ayat ini menurut Imam Ar-Razi mengandung seluruh yang dibutuhkan seorang mukmin baik mengenai agama, dunia, kehidupan, dan akhiratnya. Dari susunan kata dalam ayat tergambar dua hal: di satu sisi tampak nada targhib (dorongan) bagi orang-orang yang taat, dan di sisi lain nampak nada tarhib (ancaman) bagi orang-orang yang berbuat maksiat. Maksudnya, bersungguh-sungguhlah kamu untuk berbuat sesuatu demi masa depanmu karena segala perbuatanmu akan mendapatkan haknya di dunia maupun di akhirat. Di dunia perbuatan tersebut akan disaksikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Jika berupa ketaatan, ia akan mendapatkan pujian dan pahala yang besar di dunia dan akhirat. Namun, jika berupa kemaksiatan ia akan mendapatkan hinaan di dunia dan siksaan yang pedih di akhirat. (Imam Ar-Razi. Mafatihul ghaib. Bairut, Darul fikr, 1994, vol. 16, h. 192).

Syeikh Rasyid Ridha dalam tafsirnya Al-Manar menerangkan makna ayat tersebut begini: Wahai Nabi, katakan kepada mereka bekerjalah untuk dunia, akhirat, diri dan umatmu. Karena yang akan dinilai adalah pekerjaanmu, bukan alasan yang dicari-cari; pun bukan pengakuan bahwa Anda telah berusaha secara maksimal. Kebaikan dunia dan akhirat pada hakikat tergantung pada perbuatan Anda. Allah mengetahui sekecil apapun dari perbuatan tersebut, maka Allah menyaksikan apa yang Anda lakukan dari kebaikan maupun keburukan. Karenanya, Anda harus senantiasa waspada akan kesaksian Allah, baik itu berupa amal maupun berupa niat, tidak ada yang terlewatkan. Semuanya tampak bagi-Nya. Oleh sebab itu Anda harus senantiasa menyempurnakannya (itqan), ikhlas, dan mengikuti petunjuk-Nya dalam menjalankan ketaatan sekecil apapun (lihat, Rasyid Ridha. Tafsir Al Manar. Tanpa tahun, vol. 11, h. 33).

Inti dari ayat ini adalah, Allah memerintahkan kita untuk beramal. Jangan hiraukan bisikan kiri dan kanan, jangan terpengaruh oleh bujukan dan rayuan. Jangan gentar oleh ancaman yang menghadangmu untuk menghentikan amal-amal ibadahmu. Jadi… Mulailah! Bergeraklah! Bergeraklah! Bekerjalah! Mari kita potensikan segala kemampuan diri untuk beramal. Mari kita bekerja, niscaya Allah akan melihat kerja-kerja nyata kita, Rasullullah akan melihat kerja-kerja kita, dan seluruh orang-orang yang ada iman di hatinya akan melihat pekerjaan kita. Luruskan niat hanya untuk mencari Ridho Allah, meraih syurganya dan bertemu sang kekasih hati; Rasulullah Muhammad saw, bulatkan tekad dan sehatkan jiwa dan raga.

Wallahu’a’lam bisshowab….

Terinspirasi dari iklan Munas PKS dan taujih pada saat Mabit sabtu 07 Rajab/19 Juni 2010

DARI RUMPUT LIAR KEPADA ILALANG

Sahabatku yang baik, tahukah dirimu? Ketika kamu sakit aku juga merasakan sakit, ketika kamu senang aku juga merasa bahagia. Sebagaimana yang digambarkan oleh seorang manusia yang sama-sama kita muliakan, junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW yang mengatakan, sesungguhnya muslim itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian yang sakit bagian lain juga ikut merasakannya.
Sahabat, tahukah dirimu? Ketika ada berita buruk tentang dirimu aku berusaha menepisnya. Aku berusaha mencari berjuta alasan untuk membelamu. “Carilah seribu satu alasan agar kamu tidak bersu’udzon terhadap saudaramu”, kata itu sering terngiang-ngiang di telinga kita. Dan dari semua itu terjalinlah persahabatan kita yang kokoh. Yakinlah sahabatku, dimataku tidak ada satupun celaan tentang dirimu dihatiku.
Sahabat, tahukah dirimu? Peribadi-peribadi kita tak ada satupun yang sempurna, pastilah ada dibalik kelebihan yang kita miliki di sudut sana terdapat kekurangan. Begitu juga sebaliknya, di dalam ruang cacat diri kita pastilah disebelahnya terdapat ruang kelebihan. Boleh jadi ketika tanganku lemah untuk menggenggam maka Allah mengutusmu yang mempunyai genggaman kuat sebagai sahabatku, agar kamu bisa meminjamkan tanganmu padaku. Begitu juga sebaliknya, ketika kamu merasa kesulitan dalam melangkah, Allah mengutus aku yang memiliki langkah yang kokoh sebagai sahabatmu, agar kamu bisa meminjam kakiku untuk melangkah. Wahai sahabat, kelebihanku untuk menutup kekuranganmu, dan kelebihanmu untuk menutup kelemahanku.
Sahabatku, kadangkala mataku menatapmu dengan tajam, lidahku berucap dengan pedas, tanganku menampar dengan keras, namun yakinlah teman, tak sedikitpun terbersit kebencian di hatiku. Apakah aku pantas membenci saudara yang dengan kecemerlangan fikirannya menuntunku & dengan kefasihan lidahnya mengajariku? Apakah aku pantas membenci saudara seiman yang bersama-sama tubuh ini terhempas ombak, tertiup angin, terbakar bara api, terinjak-injak, dan terancam dengan todongan senjata di kepala?
Sahabatku yang baik, setiap kebaikan dari dirimu akan selalu ku ingat, dan setiap kakhilafan yang kau lakukan tentu saja telah kumaafkan. Bisa saja aku memendam dendam terhadapmu, namun aku tidak yakin lebih baik darimu dan tidak yakin pula bahwa diri ini tidak pernah menyakitimu. Bisa saja aku jauh lebih sering berbuat kesalahan, karena itu aku tidak mungkin mengingat-ingat detail kesalahanmu sementara dosa-dosaku terhadapmu berhimpitan di atas kepalaku.
Sahabat, ketika aku memberikan nasehat kepadamu bukanlah semata-mata bermaksud mengguruimu dengan kata-kata. Namun itu semua aku lakukan atas dasar cintaku padamu karena Allah SWT. Aku memberikan nasehat kepadamu bukan pula membuktikan aku lebih shaleh dan pintar darimu, namun itu semua aku tujukan terhadap diriku sendiri. Nasihat yang ku berikan kepadamu selalu saja aku balikkan pada diriku sendiri, aku menasihatimu agar aku senantiasa lebih kuat menjalani segala permasalahan. Selain itu besar harapanku dirimu menambahkan nasehat yang lebih berapi-api dengan kehalusan kata-katamu yang membuktikan keluhuran budimu wahai sahabat.
Sahabat, berbagai firman dan titah belembar-lembar telah kita goresan, namun masih bertumpuk-tumpuk kertas dan berbotol-botol tinta yang harus kita tuliskan karena keluasan ilmu Ilahi tiada terbendung. Puncak gunung, lembah, padang rumput, gurun pasir kita tapaki bersama, namun masih luas bumi Allah ini yang harus kita pijak selangkah demi selangkah. Sungai, danau, lautan dan samudera kita selami, namun apa yang terjadi sahabat? Aku tetap saja tidak bisa sampai ke dasarnya karena dalamnya samudera. Udara negeri ini kita hirup dengan leluasa, langit-langit benua ini dengan seenaknya kita lukiskan dengan kuas imajiner yang kita genggam, awan-awan kadang kala kita tumpuk kadang kala kita hapus, matahari dan rembulan tak marah kita main-mainkan di telapak tangan, bintang-gemintang kita petik sesuka hati. Namun sahabat, mereka tertawa. Awan, rembulan, mentari dan bintang berkata, “Apakah kamu benar-benar mampu menyentuhku?”
Sahabat, ini semua kutuliskan dengan hati. Ku harap dirimu juga membacanya dengan hati. Tiada maksud menyakiti apalagi mendzolimi, hanya ridha ilahi yang aku cari. Entah apa maksud dan tujuan tulisan ini, namun cobalah kamu pahami sendiri, insyaAllah kamu akan menemukan rahasia dibalik kata dan misteri dibalik kalimat. Ucapan maaf sebagai penutup diri, dan salam cinta dari sahabatmu “Rumput Liar”, Uhibbukum Fillah ya Akhi….

Disudut kamar, 09 Jumadil Ula 1431

Sabtu, 06 Februari 2010

Mengenang kembali kisah penutup sang pujaan hati

Ketika Al-Mustofa berada didepan , kupandangi pesonanya dari ujung kaki hingga kepala, Tahukah kalian apa yang terjelma ?
….Ya ….. Cinta !-(Abu Bakar ra)

Nabi demam kembali, kini suhunya semakin tinggi. Lemah baginda terbaring, menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan baginda.Sejak beberapa hari yg lalu,kesihatan baginda tidak elok. Isnin itu, kediaman manusia agung itu didatangi seorang lelaki berbangsa Arab yang sangat rupawan.
Di depan pintu, ia mengucapkan salam “Assalamu’alaikum duhai para keluarga Rasulullah dan bolehkah saya menjumpai kekasih Allah?”. Fatimah yang sedang mengurus ayahnya, bangun dan berdiri di belakang pintu “Wahai Abdullah, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya sendiri”. Fatimah berharap tetamu itu memahami dan pergi, namun suara asing semula kembali
mengucapkan salam yang pertama.

“Alaikumussalam, wahai hamba Allah” kali ini Nabi yang menjawabnya.
“Anakku sayang, tahukah engkau siapakah yang kini sedang berada di luar?”
“Tidak tahu ayah, bulu romaku meremang mendengar suaranya”
“Sayang, dengarkan baik-baik, di luar itu adalah dia, pemusnah kesenangan dunia, pemutus nafas di jiwa dan penambah ramai para ahli kubur”.
Jawapan nabi yang terakhir membuat Fatimah jatuh terduduk dan menangis seperti anak kecil.

“Ayah, bila lagi aku akan mendengar dirimu bertutur, harus bagaimana aku mendapatkan kasih sayang engkau, ku takkan dapat lagi memandang wajah ayahanda tersayang” pedih Fatimah. Nabi tersenyum, lirih ia memanggil ” Sayang, dekatiku, kemarikan pendengaranmu sebentar”. Fatimah menurut, dan Kekasih Allah itu berbisik mesra di telinga anaknya,

“Engkau adalah keluargaku yang pertama kali menyusuliku ”. Seketika wajah Fatimah tidak lagi sedih malah bersinar. Lalu kemudian, Fatimah mempersilakan tamu itu masuk. Malaikat pencabut maut berparas rupawan itu pun kini berada di samping Muhammad.

“Assalamu’alaikum ya utusan Allah” dengan takzim malaikat memberi salam.
“Salam sejahtera juga untukmu pelaksana perintah Allah, apakah tugasmu saat ini, berziarah ataukah mencabut nyawa si lemah?” tanya nabi. Angin berhembus dingin.
“Aku datang untuk keduanya, berziarah dan mencabut nyawamu, itupun setelah engkau perkenankan, jika tidak Allah memerintahkanku untuk kembali”
“Di manakah engkau tinggalkan Jibril? Duhai Izrail?”
“Ia kutinggal di atas langit dunia”.
Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan memberikan salam kepada manusia yang juga dicintanya kerana Allah.

“Ya Jibril, gembirakanlah aku saat ini” pinta Al-Musthafa.Terdengar Jibril bersuara perlahan di dekat telinga insan pilihan, “Sesungguhnya pintu langit telah di buka, dan para Malaikat tengah berbaris menunggu sebuah kedatangan, bahkan pintu-pintu surga juga telah dilapangkan hingga terlihat para bidadari yang telah berhias untuk menyambut kehadiran yang paling ditunggu-tunggu”.

“Alhamdulillah, betapa Allah maha penyayang” sendu Nabi, wajahnya masih saja pucat pasi.
“Dan Jibril,senangkanlah hati ini, bagaimana keadaan ummatku nanti”.
“Aku beri engkau sebuah perkhabaran,Allah telah berfirman, “Sesungguhnya Aku, telah mengharamkan surga bagi semua Nabi, sebelum engkau memasukinya pertama kali, dan Allah mengharamkan pula sekalian umat manusia sebelum pengikutmu yang terlebih dahulu memasukinya” Jawapan Jibril itu begitu menggembirakan baginda. Maha suci Allah, wajah Nabi disinari cahaya. Nabi tersenyum gembira.Dan beliau seperti tidak sakit lagi. Dan ia pun menyuruh malaikat izrail mendekatinya dan menjalankan amanah Allah.

Izrail, melakukan tugasnya. Perlahan anggota tubuh pembawa cahaya kepada dunia satu persatu tidak bergerak lagi. Nafas manusia pembawa berita gembira itu semakin terhembus jarang. Pandangan manusia pemberi peringatan itu kian meredup sunyi. Hingga ketika ruhnya telah berada di pusat dan dalam genggaman Izrail, nabi sempat bertutur, “Alangkah beratnya penderitaan maut”. Jibril berpaling tak sanggup memandangi sekujur tubuh yang dahulu selalu dia dampingi.
“Apakah engkau membenciku Jibril”
“Siapakah yang sampainya hati melihatmu dalam keadaan sakarat ini, duhai cinta,” jawabnya sendu.

Sebelum segala tentang manusia terindah ini menjadi kenangan, dari bibir manis itu terdengar panggilan perlahan

“Ummatku… Ummatku….”.
Dan ia pun dengan sempurna kembali.
Nabi Muhammad Saw, pergi dengan tersenyum, pada hari Isnin 12 Rabi’ul Awal, setelah tergelincirnya matahari, dalam usia 63 tahun.

Muhammad, Nabi yang Ummi, Kekasih para sahabat di masanya dan di sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia. Muhammad, pemberi peringatan kepada semua manusia, meninggalkan dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah.

Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak bait-bait sabdanya dalam menjalani kehidupan.

Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap petala langit, berbicara tentang syurga, sebagai tebusan utama, bagi setiap amalan yang dikerjakan.

Ia, Muhammad yang selalu menyayangi fakir miskin dan anak yatim, menuturkan perintah untuk sentiasa memerhatikan manusia lain yang berkekurangan.
Dan Ia, Muhammad, tak akan pernah kembali lagi.
Sungguh, Madinah berubah kelabu.

Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, mendendangkan syair kenangan untuk sang penyelamat seluruh alam, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh angkasa.

Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi :
Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,
Yang tidak pernah sekejap pun membaringkan diri pada empuknya tilam
Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,
Ku tau perutmu tak pernah kenyang dengan lembut roti gandum,
Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan,
Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir,
Muhammad yang tidak pernah "apa2" demi ummatnya.

Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh disetiap medan jihad itu, kini menghunus pedang.Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar menatap wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka bahawa Umar sungguh-sungguh.
Umar bersumpah. Umar berteriak lantang. Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di hadapan para sahabat yang menunggu-nunggu khabar manusia yang dicinta.

Dan Abu Bakar, sahabat yang paling lembut hatinya, melangkah perlahan menuju kearah jasad manusia mulia. Langkahnya berjinjit, khuatir akan mengganggu seseorang yang tidur berkekalan, pandangannya lurus pada sekujur cinta yang dikasihinya dipertemuan pertama. Rupa berparas rembulan itu kini bertutup kain selubung. Abu Bakar hampir pengsan.
Nafasnya berhenti berhembus, tertahan. Sekuat tenaga, ia bersimpuh di depan jasad wangi al-Mustofa. Ingin sekali membuka penutup wajah yang disayangi arakan awan, disanjung hembusan angin dan dirindu kerlipan bintang, namun tangannya selalu saja gemetar.
Lama Abu bakar termenung di depan jenazah pembawa berkat.Akhirnya, demi keyakinannya kepada Allah, demi matahari yang masih akan terbit, demi mendengar rintihan pedih ummat di luar, Abu bakar mengais sisa-sisa keberanian. Jemarinya perlahan mendekati kain yg menutup tubuh suci Rasulullah, dan dijumpailah, wajah yang tak pernah menjemukan itu. Abu bakar memesrai Nabi dengan mengecup kening indahnya. Hampir tak terdengar ia berucap, “Demi ayah dan bunda, indah nian hidupmu, dan indah pula kematianmu. Kekasih, engkau memang telah pergi”.

Abu bakar menunduk. Abu Bakar kaku dan Abu Bakar berdoa di depan tubuh nabi yang telah sunyi.

Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan lantunan azan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid. Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’.Di ruang angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti. Setiap berdiri kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja jelas tergambar.

Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut, “Aku mencintaimu duhai Muhammad, aku merindukanmu kekasih”. Bilal, budak hitam yang kerap di sanjung Nabi kerana suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.

Dan, terlalu banyak cinta yang tercatat di setiap jengkal lembah madinah. Yang tak pernah bisa diungkapkan.
Semesta menangis.



copy dari http://kalamhawariyyun.blogspot.com/2009/07/berbalaskah-cinta-rasulullah.html

Kamis, 07 Januari 2010

Ringkasan Buku LIMA TAUJIH RUHIYAH UNTUK AKTIVIS DAKWAH DAN HARAKAH Abdullah Nashih ‘Ulwan

Kesatu : Keimanan Aktivis Dakwah
A.Ajal adalah mutlak di tangan Allah
Aktivis dakwah akan mempunyai jiwa kesabaran, keberanian dan semangat yang tinggi dan terbebas dari rasa cemas, takut dan khawatir “..Maka apabila telah datangnya waktunya, mereka tidak bisa meminta ditunda sesaatpun dan tidak pula dimajukan.” (QS Al A’raaf : 34)

B.Rezeki berada di tangan Allah
Seorang aktivis dakwah adalah insan yang senantiasa komit terhadap firman Allah SWT : “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya, Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Al Israa : 30). Aktivis dakwah akan memiliki sifat kedewasaan, kasih sayang dan itsaar yang tinggi. Ia akan terbebas dari perbudakan nafsu dunia, egoistis, kerakusan dan bakhil serta bahagia dengan hidup yang qonaah.

C.Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar
Aktivis dakwah akan selalu bermuraqabatullah, tawadhu dan istiqomah (QS Al Anam : 59)

Kedua : Keikhlasan Aktivis Dakwah
Ikhlas merupakan kekuatan iman, pengendali jiwa yang menyingkirkan kepentingan pribadi dan menjauhkan keinginan-keinginan materi/duniawi. Sehingga tujuan amaliyahnya semata-mata hanya kepada mardhotillah karena sebesar apapun amaliyahnya kalau tidak dengan hati yang ikhlas akan sia-sia saja amalnya. Aktivis dakwah harus mampu mengendalikan diri dan menundukkan tipu daya yang menyesatkan. Firman Allah SWT dalam surah Al Bayyinah : 5
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Hadits Rasulullah : Sesungguhnya Allah tidak menerima amal melainkan amal yang ikhlas dan tertuju kepada ridha Allah SWT (HR Abu Dawud).
Indikasi Ikhlas
1.Amal yang dikerjakan sesuai dengan syariat.
2.hanya mengharap ridha Allah SWT.
3.Tidak kecewa pada hasil/balasan yang tidak sesuai dengan keinginan
Kiat Menggapai Ikhlas
1.Niatkan amalan hanya kepada Allah SWT.
2.Setiap amalan harus disesuaikan dengan syariat.
3.Bermuhasabah atas segala aktivitas.
4.Memperhatikan apa yang diperbuat sudah sesuai dengan apa yang diucapkan
5.Meningkatkan kewaspadaan terhadap nafsu yang menyesatkan (ammaratun bi suu’)

Ketiga : Keberanian Aktivis Dakwah
Banyak dicontohkan oleh para sahabat, tabiin dan ulama salaf dimana mereka berani mengkritik pemerintahan yang korup dan materialistis. Dalam menyerukan kebenaran diperlukan keberanian karena begitupun telah diutus para Rasul untuk menyerukan kebenaran di tengah kaum yang jahil dan ingkar kepada Allah. Keberanian tidak sama dengan kekerasan, oleh karena itu dalam menyampaikan dakwah harus dengan kata-kata yang lemah lembut.

Keempat : Kesabaran Aktivis Dakwah
Seorang aktivis dakwah harus mempunyai kesabaran dan kesiapan dalam menghadapi kendala-kendala antara lain :
Siap menghadapi tuduhan bohong
Siap berhadapan dengan penjara, pencekalan dan penyiksaan
Siap menghadapi resiko pemecatan jabatan dan pemutusan kerja
Siap diisolir lingkungan bahkan diusir
Siap menghadapi tipu daya dan bujukan kedudukan, jabatan, harta, status dan wanita cantik
Siap mengorbankan nyawanya untuk menegakkan dien Islam

Kelima : Optimisme Aktivis Dakwah
Optimisme merupakan suatu kekuatan jiwa seseorang untuk menyongsong masa depan dengan semangat dan penuh keyakinan.
1.Al Quran melarang berputus asa
a.Putus asa adalah sikap orang kafir (QS Yusuf : 87)
b.Putus asa adalah sikap orang sesat (QS Al Hijr : 55 – 56)
c.Putus asa adalah sikap orang yang tercela (QS Ar Ruum : 36)
2.Optimistis dan realitas sejarah
3.Kabar kejayaan umat dari Rasulullah

Senin, 04 Januari 2010

Umar Bin Khaththab (Al-Faruq)

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.

Awal Keislamanya.
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:

Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.

Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.

Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.

Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.

Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.

Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.

Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.

Keberaniannya

Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.

Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.

Wafatnya

Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi

sumber : http://ahlulhadist.wordpress.com

Selasa, 29 Desember 2009

Allah SWT tidak menciptakan manusia untuk sesuatu yang sia-sia, tetapi Allah membebaninya dengan perintah dan larangan. Salah satu nikmat dan karunia Allah SWT adalah hati. Kebahagiaan seorang hamba sangat tergantung pada sehat dan hidupnya hati.
Hati ibarat raja terhadap anggota tubuh yang lain.
Ibnul Qoyyim aljauzi, berkata; “Amalan-amalan hati adalah pokok dari semua perkara,
sedangkan amalan-amalan anggota badan sebagai pengikut, pelengkap dan penyempurnanya.
Niat dalam hati ibarat ruh dalam jasad, sedangkan amalan perbuatan ibarat sebagai
jasadnya. Bila ruh berpisah dari jasad akan membawa kepada kematian. Demikian pula amal perbuatan jika tidak diiringi niat yang baik akan sia-sia belaka” (Bada’i Fawa’id 3/224)
Oleh karena itu hendaknya kita bersungguh-sungguh untuk menjaga hati kita, karena hati ini juga akan diminta pertanggung jawaban disisi Allah SWT pada hari akhir nanti. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya” (Al Isra’ : 36)
Maksudnya, setiap anggota badan diatas akan ditanya apa yang diperbuat, hati akan ditanya tentang apa yang terlintas dan ia pikirkan serta yang ia yakini, pendengaran dan pengelihatan akan ditanya dari yang ia lihat dan ia dengar (Jami’ Li Ahkamil Qur’an 5/169)
MACAM-MACAM HATI
1. Hati Yang Bersih
Adalah hati yang membawa keselamatan pada hari kiamat kelak. Sebagaimana firman Allah
SWT:
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (As Syu’ara : 88-89)
Syeikh ‘Abdurrahman As Sa’di, berkata; “Hal inilah yang bermanfaat bagimu dan
menyelamatkanmu dari hukuman, serta berhak mendapat pahala yang besar. Hati yang
bersih adalah hati yang selamat dari syirik, keraguan, senang kepada kemungkaran, gemar terhadap bid’ah dan maksiat, yang akan memiliki konsekuensi kebalikanya berupa hati yang bersih. Hati yang tersifati ikhlas, yakin serta senang kepada kebaikan, semua itu terhiasi dalam hatinya dengan menjadikannya kehendak dan kecintaannya mengikuti kecintaan Allah SWT, sedangkan hawa nafsunya mengikuti apa yang datang dari Allah SWT (Tafsir Kariirrahman, hal.542)
2. Hati Yang Mati
Yaitu hati yang tidak pernah mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya, bahkan senang mengikuti hawa nafsunya, meskipun hal itu merupakan sesuatu yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya. Hawa nafsunya diumbar, tanpa memperdulikan syari’at.
3. Hati Yang Sakit
Yaitu hati yang hidup, akan tetapi berpenyakit. Ia mempunyai dua keadaan, didalamnya ada kecintaan, keimanan, keikhlashan dan tawakal kepada Allah, dan inilah yang dapat menghidupkannya. Akan tetapi ddidalamnya terdapat pula kecintaan terhadap syahwatnya, lebih mengutamakan syahwatnya serta bersemangat untuk meraihnya. Hasad, sombong, ujub, cinta popularitas, dapat merusak dalam hatinya, dan itulah sumber kehancurannya. Hati yang pertama adalah hati yang khusyu’, lembut, dan terjaga, hati yang kedua adalah hati yang kering dan mati, sedang hati yang ketiga adalah hati yang sakit yang bisa menuju keselamatan atau kehancuran. (Ighatsatul Lahfan 1/9)

RACUN PERUSAK HATI
1. Banyak Bergaul
Yaitu dimaksud disini adalah bergaul dengan sembarang orang., baik orang yang shalih atau orang yang fasik. Maka pergaulan dengan orang-oarang fajir, apalagi pergaulan yang tanpa memperdulikan syar’i akan bisa membuat penyakit dalam hati kita
2. Banyak Bicara
Lisan merupakan anugerah Allah yang harus di jaga, apabila seorang muslim tidak mampu
menjaga lisannya, maka kehancuran dan kebinasaan akan menimpanya. Rasulullah SAW telah bersabda:
“Sesungguhnya Seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak diperhatikan
(kejelekan dan akibat) nya, menyebabkan dia tergelincir dalam neraka dengan jarak lebih jauh daripada timur ke barat” (Riwayat Bukhari)
Suatu ketika Muadz bin Jabal  pernah bertanya kepada Rasulullah SAW ;”Ya Rasulullah apakah kita akan disiksa atas ucapan yang kita ucapkan?. Beliau kemudian bersabda; “Celakalah Ibumu wahai Mu’adz, adakah yang menyebabkan manusia tersungkur diatas wajah atau hidung mereka di dalam api neraka melainkan akibat lisan-lisan mereka?” (Riwayat Tirmidzi 2616, dengan sanad shahih)
Maka sungguh beruntung orang yang bisa menjaga lisannya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menjamin untuku apa yang terletak diantara kedua janggutnya (Mulut) dan
apa yang terletak diantara kedua pahanya (faraj), aku jamin sorga untuknya” (Riwayat
Muslim)
3. Banyak Memandang
Mengumbar pandangan terutama pada hal-hal yang diharamkan bisa merusak hati. Mata
merupakan cermin bagi hati. Jika seseorang menahan pandangan matanya maka ia menahan
styahwat dan keinginan hati. Mengumbar pandangan termasuk maksiat. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya,…” (An Nuur : 30-31)
Rasulullah  telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap manusia bagiannya dari zina, hal itu pasti mengenainya. Zina mata adalah memandang, zina lidah adalah bicara, sedangkan jiwa berangan-angan dan berkeinginan, tetapi kemaluan yang akan membenarkannya atau
mendustakannya” (Riwayat Bukhari: 6612, Muslim: 2657)
4. Banyak Makan
Sedikit makan akan membawa kepada lembutnya hati, kuatnya pemahaman, memutus dan
melemahkan hawa nafsu yang buruk serta menahan amarah. Sedangkan banyak makan yang
berlebihan akan mengakibatkan lawan dari hal-hal diatas. Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW dalam hal makan:
“Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk dari pada perutnya, cukuplah
baginya beberapa suapan yang dapat menegakan tulang rusuknya. Apabila tidak mampu,
maka sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk minum, dan sepertiganya untuk
nafasnya” (Riwayat Tirmidzi 2380, dengan sanad shahih,lihat Ash Shahihah 2265)
5. Banyak Tidur
Banyak tidur bisa mematikan hati, memberatkan badan, menyia-nyiakan waktu, menghantarkan rasa malas dan melalaikan.Tidur yang bermanfaat adalah ketika sangat dibutuhkan. Kesimpulannya tidur yang bermanfaat dan berfaedah adalah tidur dipertengahan malam yang pertama dan seperenam malam yang terakhir. (Madarijus Salikin 1/494)

KIAT MERAIH HATI YANG BERSIH
Ketahuilah bahwa ketaatan akan menghantarkan hidupnya hati seorang hamba seperti
makanan dan minuman yang menghidupkan jasad seorang insan. Hidupnya hati seorang
hamba lebih utama diperhatikan daripada jasadnya, karena hidupnya hati dapat
menghantarkannya meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan kebahagiaan diakhirat tanpa batas (Tazkiyatun nufus, hal 44). Berikut kiat-kiat untuk meraih hati yang bersih:
1. Dzikir Dan Membaca Al Qur’an
Membaca Al Qur’an dan dzikir yang syar’i dapat bermanfaat bagipelakunya untuk
menguatkan hati dan ruhnya, menolak segala godaan syetan dan mendatangkan ridha Rabb-
nya, menghilangkan resah, kesedihan dalam hati dan mendatangkan kegembiraan dan
perasaan lapang. (Tazkiyatun Nufus hal.45). Allah SWT berfirman:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) –Ku” (Al Baqarah:152)
Demikian juga membaca Al Qur’an yang disertai dengan tadabbur maknanya. Akan tetapi
yang dimaksud dzikir disini adalah yang sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dan para Shahabatnya, bukan dzikir-dzikir yang melenceng dari tuntunan syari’at. Karena setiap amalan agama yang tidak disertai dengan ittiba’ rasulullah SAW akan tertolak:
“Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami,
maka dia tertolak” (Riwayat Muslim)
2. Istighfar
Allah SWT telah berfirman:
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Al Muzammil : 20)
Dan Allah  memuji bagi hambanya yang beristighfar kepada-Nya:
“dan (orang-orang) yang memohon ampun di waktu sahur” (Ali Imran : 17)
Qotadah berkata; “Sesungguhnya Al Qur’an telah menunjuki kalian tentang penyakit dan
obatnya. Penyakit yang dapat menimpa kalian adalah dosa dan obatnya adalah istighfar”
(Tazkiyatun Nufus hal 52)
3. Berdo’a
Berdo’a adalah senjata bagi seorang mukmin, Allah  telah memerintahkan hambanya untuk berdo’a kepada-Nya. Allah SWT telah berfirman:
“Dan Rabbmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Al Mu’min : 60)

Demikianlah rissalah ringkas ini, akhirnya kita memohon kepada Allah SWT agar menetapkan hati kita dalam agama-Nya dan senantiasa menuntunnya dalam ketaatan. Wallahualam bishawab...


dikutip dari http://masbadar.files.wordpress.com/2009/07/jagalah-hati.pdf