Sahabatku yang baik, tahukah dirimu? Ketika kamu sakit aku juga merasakan sakit, ketika kamu senang aku juga merasa bahagia. Sebagaimana yang digambarkan oleh seorang manusia yang sama-sama kita muliakan, junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW yang mengatakan, sesungguhnya muslim itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian yang sakit bagian lain juga ikut merasakannya.
Sahabat, tahukah dirimu? Ketika ada berita buruk tentang dirimu aku berusaha menepisnya. Aku berusaha mencari berjuta alasan untuk membelamu. “Carilah seribu satu alasan agar kamu tidak bersu’udzon terhadap saudaramu”, kata itu sering terngiang-ngiang di telinga kita. Dan dari semua itu terjalinlah persahabatan kita yang kokoh. Yakinlah sahabatku, dimataku tidak ada satupun celaan tentang dirimu dihatiku.
Sahabat, tahukah dirimu? Peribadi-peribadi kita tak ada satupun yang sempurna, pastilah ada dibalik kelebihan yang kita miliki di sudut sana terdapat kekurangan. Begitu juga sebaliknya, di dalam ruang cacat diri kita pastilah disebelahnya terdapat ruang kelebihan. Boleh jadi ketika tanganku lemah untuk menggenggam maka Allah mengutusmu yang mempunyai genggaman kuat sebagai sahabatku, agar kamu bisa meminjamkan tanganmu padaku. Begitu juga sebaliknya, ketika kamu merasa kesulitan dalam melangkah, Allah mengutus aku yang memiliki langkah yang kokoh sebagai sahabatmu, agar kamu bisa meminjam kakiku untuk melangkah. Wahai sahabat, kelebihanku untuk menutup kekuranganmu, dan kelebihanmu untuk menutup kelemahanku.
Sahabatku, kadangkala mataku menatapmu dengan tajam, lidahku berucap dengan pedas, tanganku menampar dengan keras, namun yakinlah teman, tak sedikitpun terbersit kebencian di hatiku. Apakah aku pantas membenci saudara yang dengan kecemerlangan fikirannya menuntunku & dengan kefasihan lidahnya mengajariku? Apakah aku pantas membenci saudara seiman yang bersama-sama tubuh ini terhempas ombak, tertiup angin, terbakar bara api, terinjak-injak, dan terancam dengan todongan senjata di kepala?
Sahabatku yang baik, setiap kebaikan dari dirimu akan selalu ku ingat, dan setiap kakhilafan yang kau lakukan tentu saja telah kumaafkan. Bisa saja aku memendam dendam terhadapmu, namun aku tidak yakin lebih baik darimu dan tidak yakin pula bahwa diri ini tidak pernah menyakitimu. Bisa saja aku jauh lebih sering berbuat kesalahan, karena itu aku tidak mungkin mengingat-ingat detail kesalahanmu sementara dosa-dosaku terhadapmu berhimpitan di atas kepalaku.
Sahabat, ketika aku memberikan nasehat kepadamu bukanlah semata-mata bermaksud mengguruimu dengan kata-kata. Namun itu semua aku lakukan atas dasar cintaku padamu karena Allah SWT. Aku memberikan nasehat kepadamu bukan pula membuktikan aku lebih shaleh dan pintar darimu, namun itu semua aku tujukan terhadap diriku sendiri. Nasihat yang ku berikan kepadamu selalu saja aku balikkan pada diriku sendiri, aku menasihatimu agar aku senantiasa lebih kuat menjalani segala permasalahan. Selain itu besar harapanku dirimu menambahkan nasehat yang lebih berapi-api dengan kehalusan kata-katamu yang membuktikan keluhuran budimu wahai sahabat.
Sahabat, berbagai firman dan titah belembar-lembar telah kita goresan, namun masih bertumpuk-tumpuk kertas dan berbotol-botol tinta yang harus kita tuliskan karena keluasan ilmu Ilahi tiada terbendung. Puncak gunung, lembah, padang rumput, gurun pasir kita tapaki bersama, namun masih luas bumi Allah ini yang harus kita pijak selangkah demi selangkah. Sungai, danau, lautan dan samudera kita selami, namun apa yang terjadi sahabat? Aku tetap saja tidak bisa sampai ke dasarnya karena dalamnya samudera. Udara negeri ini kita hirup dengan leluasa, langit-langit benua ini dengan seenaknya kita lukiskan dengan kuas imajiner yang kita genggam, awan-awan kadang kala kita tumpuk kadang kala kita hapus, matahari dan rembulan tak marah kita main-mainkan di telapak tangan, bintang-gemintang kita petik sesuka hati. Namun sahabat, mereka tertawa. Awan, rembulan, mentari dan bintang berkata, “Apakah kamu benar-benar mampu menyentuhku?”
Sahabat, ini semua kutuliskan dengan hati. Ku harap dirimu juga membacanya dengan hati. Tiada maksud menyakiti apalagi mendzolimi, hanya ridha ilahi yang aku cari. Entah apa maksud dan tujuan tulisan ini, namun cobalah kamu pahami sendiri, insyaAllah kamu akan menemukan rahasia dibalik kata dan misteri dibalik kalimat. Ucapan maaf sebagai penutup diri, dan salam cinta dari sahabatmu “Rumput Liar”, Uhibbukum Fillah ya Akhi….
Disudut kamar, 09 Jumadil Ula 1431
Sabtu, 24 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar